Bukan menjadi ratu sehari, juga meletakkan segala rutinitas yang biasa melekat, lantas bersantai. Bagi civitas akademika perempuan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, peringatan Hari Ibu Nasional 2017, Jum’at (22/12) kemarin menjadi satu momen kontemplasi. Penegasan peran dan kontribusinya dalam membangun generasi muda di wilayahnya.
”Di sini, kami saling memberikan inspirasi tentang ibu, hebatnya sosok ibu, melalui telling story. Juga, menegaskan bahwa perempuan hari ini harus berdaya. Harus adaptif dalam memberikan kontribusi terhadap kemajuan Indonesia,” tandas Ketua Dharma Wanita FKM yang sekaligus Ketua Panitia, Retha Pulung Siswantara, saat memberikan sambutan.
Retha menambahkan, ibu mempunyai kontribusi sangat besar terhadap pembentukan karakter seseorang. Nilai dan norma hidup kita, termasuk prestasi dan kedudukan, hari ini adalah hasil sentuhan dingin dari ibu.
”Kita sangat beruntung mendapat sentuhan sayang ibu hingga hari ini. Semoga kita senantiasa mampu menjadi ibu-ibu yang hebat dan tangguh untuk generasi kita, pendamping suami kita, dan turut membangun Indonesia,” tambahnya di Aula Sumarto Danusugondho, kampus FKM UNAIR.
”Ini momen yang sangat jarang. Pimpinan fakultas menyiapkan masakan untuk para staf melalui lomba tersebut. Ada makanan yang bertema sea food, tradisional, dan yang lain. Banyak. Mereka menyiapkan minimal sepuluh porsi. Jadi kami akan menikmatinya secara bersama-sama,” tuturnya.
Dalam peringatan Hari Ibu bertema ”Perempuan Berdaya untuk Indonesia” itu, Wakil Dekan II, Dr. Thini Nurul Rochmah, Dra.Ec., M.Kes., berharap momentum ini mampu mempererat secara kekeluargaan sekaligus memberikan inspirasi civitas akademika FKM. Ia juga berterima kasih kepada seluruh jajaran sivitas, terutama kaum perempuan atas kontribusi dan peran sertanya dalam memajukan FKM.
”Ini khusus dan istimewa, jajaran pimpinan memasak dan menyiapkan makanan untuk ibu-ibu hebat di FKM,” ucapnya diikuti tepuk tangan peserta. ”Selamat Hari Ibu Nasional 2017, terus jadilah ibu hebat dan kuat untuk semua orang,” tambahnya.
Saling Menginspirasi
Mengenakan baju nasional dengan suasana yang sangat “mencair”, seluruh yang hadir saling bertukar pikiran dan menginspirasi. Misalnya, disampaikan salah seorang perwakilan dari departemen FKM.
Sebagai anak terakhir diantara sepuluh bersaudara, ingatannya selalu tertuju pada ibunya tentang cara mendidik anaknya. Anak-anak diminta menggunakan bahasa Jawa halus saat berbicara dengan asisten rumah tangga maupun sopirnya. Kepada orang tua, anak-anak diperbolehkan untuk menggunakan Bahasa Indonesia.
”Inilah nilai yang kini sangat saya rasakan dari didikan mereka (orang tua, Red), yakni bagaimana ibu mendidik anaknya untuk selalu menghormati orang yang lebih tua. Siapa pun. Tanpa harus melihat pangkatnya, kedudukannya, dan statusnya. Begitulah hebatnya sosok ibu bagi kita semua,” katanya.
Beruntungnya Wanita Indonesia
Selama 20 tahun tinggal di India membuat Yuni Mochny, keynote speak dalam peringatan tersebut merasa sangat beruntung menjadi bagian dari wanita Indonesia. Menurutnya, kesejarahan peringatan Hari Ibu Nasional di Indonesia memang dekat dengan sosok RA Kartini. Karena itu, konsep peringatan di India berbeda dengan di Indonesia.
Di Indonesia, Hari Ibu Nasional memiliki makna penyetaraan kesamaan kemerdekaan dalam hak. Yakni, merdeka mendapat pendidikan, berpolitik, dan ikut berkiprah dalam masyarakat. Seperti halnya yang telah dimiliki laki-laki.
”Momentum itu terjadi pada tahun 1928, yakni dengan penyelengaraan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Kalau di luar negeri, makna Hari Ibu lebih kepada makna domestic life, yakni tugas dasar kodrat perempuan,” ujarnya.
Menurut Yuni, saat berada di India, dirinya sangat merasakan keberbedaan pandangan terhadap perempuan. Indonesia bisa dianggap lebih baik. Sebab secara tradisi, perempuan di India memang tidak cukup memiliki ruang untuk bergerak.
”Mereka akan bergantung pada kakaknya saat anak-anak. Dan kepada suami, ketika sudah berkeluarga,” ungkapnya. ”Belum lagi terkendala dengan kasta,” imbuhnya.
Di Indonesia, perempuan sudah sangat mempunyai banyak ruang untuk bergerak dan berkarya. Termasuk mengakses hak-hak dasarnya. Perempuan Indonesia cukup turut berperan dalam kemajuan dan membangun masyarakat.
Pada bagian akhir, Yuni berpesan bahwa kebebasan dan ketersediaan ruang bagi perempuan ini untuk berkarya, dan tidak berarti menghapus domestic life mereka. Termasuk mengambil alih peran laki-laki. Perempuan harus melakukan keseimbangan seperti domestic life. Juga berperan sebagai pengisi dan pelengkap terhadap laki-laki. (*)
Penulis: Feri Fenoria
Editor: Bambang Bes
Warta Unair