Mora Octavia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Total kasus positif COVID-19 di Indonesia telah melebihi angka 470 ribu, dengan kematian lebih dari 15.000 orang, sebuah angka tertinggi di Asia Tenggara. Di level global, COVID-19 telah menembus 55 juta kasus, dengan kematian 1,3 juta.
Belum ada tanda virus ini akan segera terkendali.
Secara umum WHO menyatakan 44% total kasus COVID-19 dapat disebabkan oleh penularan orang-orang tidak bergejala (silent spreader).
Dalam survei Nielsen dan UNICEF terbaru, 71% dari 2000 responden di enam kota besar di Indonesia, mengira bahwa virus corona dapat tertular hanya melalui batuk atau bersin karena virus dapat bersarang di saluran pernafasan.
Padahal, berbicara atau bernafas melalui mulut tanpa menggunakan masker juga berpotensi menularkan virus corona.
Penularan via mulut
Selain di saluran pernafasan, beberapa riset menunjukkan virus corona ada di mulut orang terinfeksi.
Beberapa lokasi di rongga mulut memiliki reseptor (ACE-2, CD 147), dan enzim TMPRSS2 tempat menempelnya virus tersebut.
Reseptor adalah struktur protein khusus yang berada dalam membran sel dan dapat menempel pada molekul khusus. Protein ini bertindak seperti pintu masuk ke dalam sel manusia.
Orang yang terinfeksi dapat menyebarkan virus melalui udara yaitu melalui aerosol (droplet mikro) di ruangan tertutup. Virus dapat bertahan tiga jam di udara.
Karena virus ini dapat mencapai jarak yang lebih jauh (radius 6 meter) dibandingkan dengan droplet biasa, maka kita perlu lebih memperhatikan potensi penyebaran virus tersebut antarorang, salah satunya melalui rongga mulut.
Untuk bisa mencegah penularan virus, kita perlu memahami proses penularan virus melalui rongga mulut.
Virus masuk melalui kelenjar liur. Virus corona dapat masuk ke dalam sel inang dengan menggunakan reseptor ACE-2 sebagai pintu masuk dengan mengikat protein spike ke reseptor tersebut, serta enzim TMPRSS2 untuk menggabungkan membrannya dengan membran sel inang dan menyelinap ke dalam.
Virus corona ditemukan dalam jumlah banyak, bahkan reseptor ACE-2 lebih banyak ditemukan di kelenjar liur dibandingkan di paru-paru.
Dalam air liur, terdapat virus 1,6 x103 kopi per mililiter dan dapat terdeteksi melalui sampel air liur pada awal gejala infeksi virus. Bahkan sebelum hasil tes swab tenggorokan dinyatakan positif. Hal ini menunjukkan tingginya potensi penularan virus corona melalui air liur.
Virus juga ada pada mukosa lidah dan pipi. Permukaan lidah bagian atas berpotensi menjadi tempat penyimpanan (reservoir) virus corona. Beberapa laporan menunjukkan pada seseorang yang terinfeksi COVID-19 ditemukan adanya lapisan plak putih pada permukaan lidahnya.
Virus juga ada pada gusi. Penyakit radang gusi (gingivitis) disebabkan oleh plak yang menempel di permukaan leher gigi. Jika berlanjut akan menjadi penyakit radang gusi lanjut (periodontitis) yang membentuk kantung gusi. Ini merupakan reservoir virus corona.
Jumlah reseptor CD 147 pada sel gusi meningkat pada orang yang menderita periodontitis. Semakin dalam kantung gusi dan semakin berat kondisi periodontitis seseorang, maka semakin banyak jumlah virus di rongga mulut yang dapat ditularkan seseorang.
Selain itu kondisi radang gusi juga memperburuk kondisi orang itu sendiri. Karena semakin parah penyakit periodontitis, maka gejala COVID-19 juga semakin parah pada diri orang tersebut.
Cara mencegahnya
Untuk mengurangi risiko penularan virus corona melalui rongga mulut, kita bisa mencegahnya pada dua level: mengurangi jumlah virus di rongga mulut dan menurunkan potensi penyebaran virus dari dan ke rongga mulut.
Di level pengurangan jumlah virus di mulut, bisa dikurangi dengan menjaga kebersihan rongga mulut. Menyikat lidah dan menyikat gigi secara teratur minimal 2 kali sehari setelah sarapan dan malam sebelum tidur agar mencegah terjadinya radang gusi.
Dokter gigi asal Inggris Profesor Martin Addy mengatakan menyikat gigi selama 2 menit sebelum keluar rumah dapat melindungi paparan virus corona selama 3 jam setelahnya. Sebab pasta gigi mengandung deterjen yang sama dengan hand sanitizer yang dapat membunuh bibit penyakit.
Tapi apabila sudah terlanjur terbentuk kantung gusi maka disarankan untuk berobat ke dokter gigi.
Berkumur dengan obat kumur yang mengandung povidone iodine (antiseptik) juga perlu dilakukan.
Berkumur dengan povidone iodine yang konsentrasinya 0,2- 1% sebanyak 4 kali sehari (5-6 kali pada penderita COVID-19) selama 1 menit dapat menurunkan jumlah virus yang ada di rongga mulut dan di saluran pernafasan hingga 99,99%.
Hal ini bisa terjadi karena virus corona sangat rentan terhadap [oksidasi] dari obat kumur tersebut.
Stop bicara di tempat umum
Adapun untuk mengurangi potensi penyebaran virus corona dari dan ke rongga mulut, langkah utama adalah tidak banyak berbicara di tempat umum.
Tidak berbicara di tempat umum (terutama di ruang sempit dan tertutup tanpa ventilasi seperti di dalam lift atau saat sedang makan di tempat umum) dapat mengurangi risiko transmisi COVID-19.
Ketika berbicara, seseorang dapat melepaskan sekitar 200 partikel virus corona per menit. Para ahli memperkirakan bahwa seseorang bisa terinfeksi COVID-19 jika setidaknya 1.000 partikel virus corona yang masuk ke dalam tubuh.
Sekitar 1-50 partikel per detik keluar dari suara pelan sampai kencang.
Langkah lainnya adalah tidak bernafas melalui mulut. Kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dapat meningkatkan risiko seseorang menularkan atau tertular virus corona. Sekali bernafas, seseorang mengeluarkan 50-50.000 droplet, yang tergantung dari seberapa cepat-lambatnya kecepatan bernafas.
Bernafas normal dapat mengeluarkan 20 partikel virus per menit. Partikel yang disebarkan saat bernafas melalui mulut lebih banyak daripada bernafas melalui hidung.
Bernafas melalui mulut berisiko
Selain itu, kebiasaan bernafas melalui mulut juga berpotensi meningkatkan keparahan gejala pneumonia penderita COVID-19. Karena virus yang terdapat di rongga mulut akan mudah masuk, menetap, dan berkembangbiak di dalam saluran pernafasan sehingga menyebabkan infeksi.
Bernafas melalui mulut tidak dapat menyaring dan membunuh virus yang masuk melalui rongga mulut. Berbeda dengan bernafas melalui hidung yang dapat memerangkap sekitar 98-99% bakteri, virus, debu, dan benda mikro terbang lainnya.
Bernafas melalui hidung juga dapat menghasilkan nitric oxide (NO) yang berfungsi untuk menon-aktifkan enzim rantai pernafasan virus dan menghambat replikasi virus corona.
Terakhir, langkah yang sudah populer: pakailah masker. Memakai masker kain dapat mencegah pemakainya menulari orang lain dan lingkungan sekitarnya jika ia berbicara, bernafas melalui mulut, atau bersin/batuk, tapi kurang berfungsi sebagai pelindung diri dari ancaman penularan dari orang lain.
Beberapa riset menunjukkan bahwa orang yang memakai masker menurunkan risiko penularan virus corona sebesar 70%. Selain itu riset lainnya di Amerika Serikat menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pengguna masker dalam komunitas sebesar 15% dapat membantu mencegah diperlukannya lockdown pada masa depan.
Karena itu pengurangan penularan virus corona akan lebih efektif apabila semua orang memakai masker, menjaga jarak aman dan kebersihan tangan.
Dengan menerapkan gaya hidup yang baru ini dimulai dari diri sendiri, kita bisa berperan mengurangi angka transmisi COVID di lingkungan kita, termasuk yang yang menular melalui rongga mulut.
Mora Octavia, Staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Diunggah ulang oleh: Ilham Akhsanu Ridlo