Bagaimana Warganet Melihat Mutu Pelayanan Kesehatan

Sebagai stakeholder dalam kajian mutu, konsumen menjadi kekuatan yang tidak akan pernah boleh dilupakan oleh provider layanan kesehatan. Sebagai bagian dari konsumen, maka Netizen memegang peranan yang sama dengan konsumen konvensional.
Apa itu Netizen?
Masih ingat betul saat mengamati pergeseran segmentasi pasar yang disampaikan oleh Hermawan Kartajaya yang merubah segmentasi konvensional yang membagi segmentasi pasar ke dalam 3 tiga (tiga) segmen yaitu Senior, Men and Citizen  yang kemudian dewasa ini diperbaharui menjadi Youth, Woman and Netizen.
Kata Netizen Pertama kali dibuat oleh Michael Hauben. Pada tahun 1992 ia menciptakan istilah Netizen untuk menggambarkan pengguna internet (user) yang memiliki rasa tanggung jawab sebagai warga  internet. Atau Netizen merupakan istilah yang dibentuk dari kata Net (internet) dan Citizen (warga). Jika di satukan, artinya kurang lebih “warga internet” atau “penduduk dunia internet”. Sederhananya, Netizen adalah pengguna internet yang berpartisipasi aktif (berkomunikasi, mengeluarkan pendapat, berkolaborasi) dalam media internet.
Siapakah Netizen itu?
Netizen adalah semua orang yang mengakses dan menggunakan internet. Semua orang yang menggunakan Internet bisa di sebut Netizen mulai yang hanya menggunakan Mobile Internet, komputer rumah yang terkoneksi internet, mahasiswa yang berlama-lama di kampus hanya karena Facebook-an, ibu-ibu yang bersosialisasi di twitter atau aktivis yang konsen dengan blogging. Ketika sedang offline, Netizen tidak berbeda dengan citizen (warga) lainnya. Mungkin ada beberapa perilaku unik yang membedakan seorang netizen dengan citizen seperti kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi terhadap pengoptimalan mobile technology dan mungkin bersifat addict.
Mengapa Netizen dapat dikatakan Penting dalam Mutu Pelayanan Kesehatan ?
Netizen menjadi sangat valuable dan berpengaruh karena mereka sangat aktif menyuarakan pendapatnya lewat Sosial Media (internet). Netizen menyuarakan hal-hal yang sejalan dengan nilai yang dianutnya. Netizen tidak dibayar atau dikomando, melainkan berpartisipasi aktif dengan suka cita. Netizen dengan senang hati akan mengulas apapun yang menjadi perhatian personalnya.
Pengaruh Netizen di Indonesia di ranah global adalah topik-topik lokal yang menembus trending topic. Masih juga ingat kasus mengenai sengketa antara Rumah Sakit Omni dengan Prita yang membawa kasus ini pada tataran hukum.
Di twitter, kebanyakan dari para influncer yang memiliki follower yang banyak mereka sangat mampu membuat suatu topik menjadi trending topic di twitter. Begitu juga blogger, seorang blogger yang blognya dibaca oleh 5000 orang setiap harinya memiliki ‘channel’ untuk mempengaruhi 5000 pembaca tersebut. Sebagian  pembaca yang terinspirasi dan akan dapat mendiskusikan tulisan yang diterbitkan di blog tersebut di channel social media yang lain atau bahkan merekomendasikan tulisan tersebut kepada ‘follower’ yang mengikutinya melalui twitter atau blog sang pembaca.Begitu hebatnya sosial media saat ini sehingga mampu membuat opini public dan secara masif mampu mempengaruhi policy maker.
Netizen Bertumbuh
Indonesia merupakan negara dengan  jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China (1,346 juta jiwa), India (1,198 juta jiwa), dan Amerika Serikat (315 juta jiwa). Sensus yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010 menyebutkan bahwa  populasi penduduk Indonesia tahun  diperkirakan mencapai 237,6 juta jiwa, bertambah 32,5 juta jiwa dibandingkan dengan hasil sensus penduduk yang terakhir dilakukan oleh BPS tahun 2000 yaitu sebesar 205,1 juta jiwa.
Hal yang juga sangat menggembirakan adalah angka penetrasi penggunaan internet oleh rumah tangga di Indonesia secara umum yang mencapai 27% di perkotaan (urban) dan 8% di daerah pedesaan (rural). Dengan semakin tingginya penggunaan internet di Indonesia dan dukungan pemerintah untuk memberikan akses internet di seluruh desa di Indonesia, hal ini akan memiliki implikasi besar terhadap perubahan sikap, kebiasaan, dan perilaku masyarakat termasuk juga dalam pelayanan kesehatan yang utamanya terhadap pergeseran mutu layanan.
Netizen sebagai penentu dalam meraih Heart share. Yang dimaksud disini adalah emotional (emosi) target market (Sasaran mutu) yang menjatuhkan pilihannya lebih dari daya nalar pikiran dan mempunyai kekuatan bertahan terhadap apa yang dipilih secara emosional. Netizen bisa berdaya sebagai penentu dalam perubahan mutu pelayanan kesehatan.
Dewasa ini pelayanan kesehatan menghadapi persaingan paling sengit dalam banyak dasawarsa, dan segalanya akan semakin sengit di tahun-tahun mendatang. Tantangan juga demikian, regulasi dan gap asymentric knowledge dari pasien (konsumen) semakin sempit. Agar sukses dalam pasar dengan persaingan ketat, perusahaan harus beralih dari falsafah produk dan pen­jualan menjadi falsafah pelanggan dan mutu. Perusahaan harus bekerja lebih giat lagi dengan konsep peningkatan mutu layanan mereka guna memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
Terlebih lagi di negara-negara maju dan berkembang, pasar industri pelayanan kesehatan yang sering kita temui adalah ‘pasar mutu’. Artinya jika mutu layanan kurang maka pasien akan pasti memilih dan membandingkan ke layanan kesehatan lainnya, hal ini dikarenakan adanya variasi yang sangat beragam di penyedia layanan itu sendiri. Belum lagi pasien (konsumen) menjadi semakin terdidik dan menuntut, serta harapan mutu terus naik akibat variasi provider dan layanan kesehatan. Agar sukses, atau hanya sekadar bertahan, perusahaan perlu falsafah baru. Agar unggul di pasar dewasa ini, perusahaan harus berpusat pada pelanggan (customer-centered) mereka harus memberikan nilai superior kepada pelanggan sasaran. Mereka harus ahli dalam membangun pelanggan, bukan hanya membangun produk.
Mutu Pelayanan Kesehatan Terpengaruh
Sudah cukup jelas dipenjelasan mengenai penetrasi Netizen di Indonesia yang perlu untuk mendapatkan perhatian bagi kalangan praktisi pelayanan kesehatan. Sebagai prediksi kedepan, Mutu Layanan Kesehatan akan terpengaruh oleh peningkatan penetrasi Netizen. Beberapa hal yang menurut saya dapat dijadikan cetak tebal antara lain:
1. Gap Asymmetric Knowledge semakin sempit
Dapat kita ketahui bersama bahwa industri jasa di bidang kesehatan mempunyai sifat asymmetric knowledge yang diartikan sebagai Ketidak-seimbangan pengetahuan dari pihak pemberi jasa pelayanan kesehatan (dokter, provider layanan kesehatan) terhadap pengguna jasa pelayanan kesehatan/konsumen/pasien. Informasi tentang bagaimana pelayanan pengobatan untuk penyembuhan suatu penyakit hanya dikuasai dan dipahami oleh pemberi jasa pelayanan kesehatan (dokter). Dengan demikian karena ketidakpahamannya pasien pasrah menyerahkan sepenuhnya upaya penyembuhannya kepada dokter. Dokter yang menentukan semua upaya yang perlu dilakukan untuk penyembuhan seorang pasien.Kebutuhan akan pelayanan kesehatan (demand) dengan demikian tidak ditentukan oleh pengguna jasa tetapi oleh provider. Keadaan ini sering mendorong apa yang disebut sebagai supply induce demand. Artinya pemberi jasa pelayanan (dokter) dapat melakukan dorongan penggunaan pelayanan yang berlebihan, tidak sesuai standar dan induksi-induksi lainya, dan pasien dalam keterbatasan pemahamannya menyerah pada induksi-induksi penggunaan pelayanan kesehatan yang tak perlu dan berlebihan karena menguntungkan dokter dari sisi ekonomis.
Kondisi diatas nantinya akan semakin dapat ditekan dan dipersempit gapnya saat semua orang bergeser atau menjadi seorang Netizen. Netizen sangat ‘candu’ terhadap informasi yang didapat di internet yang mana informasi itu didapat sangat murah, global dan mempunyai kebenaran yang mendekati sesungguhnya. Itu berakibat nantinya provider layanan kesehatan (dokter, rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya) wajib meningkatkan mutu layanan salah satunya mutu layanan di bidang komunikasi terapeutik yang akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
2.      Layanan Kesehatan Terpacu Kualitas Mutu
Pada prediksi nomor 1 (satu) diatas dapat dinyatakan bahwa Netizen memegang peranan terciptanya perubahan gap asymmetric knowledge. Perubahan itu sebagai pendorong terhadap terciptanya perubahan kualitas mutu layanan kesehatan. Turbulensi kearah perbaikan mutu menjadi hal yang sangat mungkin dan wajib. Bisa dilihat bagaimana jika semua pasien akan terdidik secara informasi menjadi sangat peka akan kualitas dan mutu. Maka bisa ditebak komplain akan dengan mudah dan influence akan hal tersebut bisa sangat mudah disebarkan melalui dunia maya. Nah jika hal tersebut tidak dikelola dengan konsep mutu oleh provider layanan kesehatan maka akan menjadi suatu musibah massal terhadap provider bersangkutan.
3.      Pergeseran Budaya Komplain
Keluarga pasien maupun pasien sekarang punya Facebook, Twitter dan beberapa jejaring sosial media untuk akses meluapkan emosinya tentang jeleknya kualitas mutu layanan kesehatan. Dulu kala, pasien mungkin hanya bisa menulis surat pembaca di majalah atau koran yang tentunya mempunyai beberapa keterbatasan konvensional. Ini yang perlu diwaspadai oleh Provider Layanan Kesehatan. Ingat, bagaimana seorang bisa berdiskusi via email dan membuahkan penyelesaian kasus hukum yang berujung panjang pada kasus malpraktik atau buruknya kualitas mutu layanan kesehatan.
4.      Pergeseran Pola Pencarian Informasi Layanan Kesehatan
Yang terakhir adalah perubahan pola pencarian Informasi Layanan Kesehatan. Saat ini dan kedepannya seorang pasien dan keluarga pasien dapat membandingkan beberapa provider layanan kesehatan satu dengan lainnya hanya dengan membuka komputer-nya atau dengan smartphone-nya. Ini memudahkan konsumen, dan Netizen melakukan itu karena ‘candu’ Netizen adalah dunia internet.
Menarik bukan melihat geliat perkembangan Netizen dan dunianya yang menurut saya mempunyai pengaruh terhadap indutrialisasi jasa layanan kesehatan. Kajian ini menjadi menarik dan bisa dilakukan eksplorasi ilmiahnya.
 
Penulis:
Ilham Akhsanu Ridlo, S.KM., M.Kes
Dosen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
 
_____________________________________________________________________________

KOLOM ARTIKEL POPULER ADALAH PLATFORM OPINI, IDE DAN GAGASAN, SETIAP ARTIKEL MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS. EDITOR BERHAK MELAKUKAN KURASI PADA ARTIKEL DENGAN TIDAK MERUBAH KESELURUHAN MAKNA DAN PENDAPAT.