COVID-19 menjadi perhatian di seluruh dunia sejak pertama kali muncul di Kota Wuhan dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Hal tersebut tentu tak luput dari perhatian Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Timur yang menjadi salah satu daerah yang terkena dampak dari COVID-19. Penanganan pandemi COVID-19 tentu memerlukan keterlibatan dan kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat dengan penyesuaian sesuai dengan kondisi dan situasi di masing-masing tempat. Pondok pesantren menjadi salah satu tempat yang memerlukan perhatian khusus karena selain menjadi tempat menuntut ilmu akademik maupun agama, namun juga sebagai rumah kedua para santri. Sehingga penanganan COVID-19 di lingkungan pondok pesantren memerlukan penyesuaian khusus. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi Geliat Airlangga untuk mengadakan seminar berbasis web dengan tema “Geliat Gerak Bersama Pesantren dalam Menghadapi COVID-19” pada Jumat (9/10/20).
Webinar yang dilaksanakan melalui platform daring dan disiarkan secara live di youtube tersebut dikhususkan bagi pimpinan, pengasuh, pengurus (Ustadz dan Ustadzah), Satuan Tugas COVID-19 Pondok Pesantren, Poskestren, dan santri. Langkah promotif dan preventif terkait COVID-19 yang diwujudkan dalam bentuk webinar ini mendatangkan 3 narasumber, yaitu, Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg., M.S., Alissa Wahid, dan Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes.; beserta moderator, Hario Megatsari, SKM., M.Kes, dosen PKIP FKM Universitas Airlangga.
“Dengan adanya keterlibatan dengan Pondok Pesantren, iman itu juga menjadi penting. Tidak hanya imun, aman, tapi juga iman menjadi bagian yang penting juga. Dan harus kita sampaikan juga kepada semua lapisan masyarakat. Dan rasanya keterlibatan pondok pesantren itu menjadi pilar yang sangat penting juga sehingga menguatkan kita semua bahwa pandemi ini memang harus diatasi dengan keterlibatan semua pihak.”, kata Dr. Santi Martini dr., M.Kes., Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, dalam sambutannya.
Selain itu, Muhamad Koderi, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, pada sambutannya, “Standarisasi dalam melihat tentu ukurannya berbeda (untuk pondok pesantren). Kalau di luar mungkin kita menggunakan 3M itu tadi, standar formalnya. Tapi kalau sudah masuk ke pondok, itu agak berbeda. Yang pertama karena ini bagian dari rumah sehingga ini aktivitasnya tentu agak berbeda. Tentu 24 jam akan dikawal terus oleh para pengasuh. Sehingga, kesehatan dari para pengasuh ini menjadi hal penting.”, kata
Abdur Rosyid, Pengurus Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, mengatakan, “Kami memperketat jadwal tidur, meningkatkan imun, serta meningkatkan pola makan. Itu semua kami lakukan, termasuk menjaga psikologis santri.”
Alissa Wahid, psikolog dari Lembaga Kemaslahatan Keluarga, Nadhlatul Ulama, mengatakan, “Prinsip perubahan perilaku itu ada 3 yang paling penting, ada modelling (santri meniru apa yang dilakukan pengurus pesantren). Yang kedua, pembiasaan (tidak memakai peralatan milik teman), prinsipnya pengulangan adalah induk pembelajaran, jangan cepat putus asa untuk para pengasuh pesantren. Dan, yang terakhir adalah penguatan dengan 2 prinsip (pengukuran untuk mengetahui peningkatan dan ganjaran/hadiah/hukuman)”.
Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes. menambahkan bahwa dalam menghadapi pandemi ini dapat dilakukan dengan sikap tawazun, artinya tidak berlebihan-lebihan, baik itu dalam hal cuek maupun panik.
“Saya setuju bahwa panas dapat membunuh virus corona. Tapi kenapa di Indonesia yang cuacanya panas ini justru banyak sekali kasusnya? Ya karena orangnya terlalu padat, sehingga belum sempat kena panas yang agak lama. Virusnya ini sudah nempel ke orang lain. Kira-kira begitu”, tambahnya.
Kontributor: Aisyah Tsabita Zaki Ihsani (Relawan Geliat Airlangga)