FKM NEWS – Masih dalam serangkaian pembahasan konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Tobacco Control Suppor Centre (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jawa Timur (Jatim) pada Sabtu (31/5/19) juga menyinggung akan adanya World Tobacco Asia (WTA) di Surabaya. Rencananya, di tahun 2019, 16-17 Oktober, WTA akan kembali diselenggarakan. Surabaya menjadi tempat untuk tahun ini.
WTA merupakan sebuah pameran berskala internasional yang terdiri dari pameran berkaitan dengan pertembakauan, mulai dari mesin pengolah tembakau hingga inovasi produk tembakau oleh industri rokok berbagai negara. WTA pertama kali diselenggarakan di Indonesia tahun 2010. Lalu tahun 2012 diselenggarakan WTA di Indonesia untuk kedua kalinya. Aksi penolakan WTA sudah banyak dilakukan hingga adanya korban yang terluka dan panitia penyelenggara berjanji tidak akan mengadakan acara serupa di Indonesia.
Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan kabar WTA yang akan diselenggarakan di Surabaya Oktober mendatang. Ilham Akhsanu Ridlo S.KM., M.Kes. (Dosen FKM UNAIR) salah satu narasumber konferensi pers menjelaskan bahwa terdapat beberapa kepentingan ‘jahat’ yang terkait dengan industri tembakau, dan beberapa alasan mengapa pada akhirnya konferensi tersebut tetap diadakan di Indonesia. Diketahui bahwa, WTA menyasar pasar yang cukup besar terutama pada inovasi-inovasi baru produk tembakau di Indonesia. Seperti yang diketahui regulasi pengendalian tembakau di Indonesia cukup longgar, itu ditambah dengan angka prevalensi perokok pemula yang cenderung meningkat. Namun sejatinya, WTA juga memberikan kerugian bagi beberapa sektor, terutama anak-anak yang mengenal produk inovasi rokok yang semakin bermacam.
“Sudah kita sadari informasi itu dari pusat, dari teman-teman TCSC pusat, bahwa dimungkinkan ada dorongan dari para pemangku kepentingan industri rokok yang terkait langsung dengan kepentingan bisnis industri rokok,” jelas Ilham.
Selain itu, Hario Megatsari, S.KM., M.Kes. (dosen FKM UNAIR) juga menjelaskan tentang situasi pengendalian tembakau di tingkat ASEAN. Bahwasanya, organisasi PT Philip Morris (PMID) merilis data bahwa di Indonesia terjadi penurunan Penjualan produk Philip Morris Sampoerna.
“PT Philip Morris (PMID) merilis data, untuk kuarter pertama yaitu mulai dari Januari-April 2018, dibandingkan dengan kuarter pertama Januari-April 2019 di Indonesia terjadi penurunan Penjualan produk Philip Morris Sampoerna,” ungkapnya.
Terlepas dari itu, produk modern industri rokok malah mengalami kenaikan. Heated cigarattes (produk tembakau yang dipanaskan, red) dalam hal ini ada vape, e-cigarattes mengalami peningkatan di kuarter pertamanya.
Target industri rokok mulai beralih dari konvensional menjadi modern. Namun, melihat hal tersebut Hario juga mengatakan bahwa Perda KTR Surabaya juga sudah dimasukan mengenai e-cigarattes, sehingga terdapat payung hukum yang resmi jika ada yang merokok e-cigarattes. Selain itu, WTA juga merupakan salah satu strategi untuk mengkampanyekan bahwa ada perubahan pola rokok sekarang (dari konvensional ke modern, red).
“Di WTA nanti mungkin akan diperkenalkan teknologi baru, bagaimana gaya baru merokok,” ujar Hario.
“Selain WTA, ada nanti namanya, industri rokok menggunakan yayasan yang namanya Smoke Free World, disana akan dihembuskan paradigma dari rokok konvensional ke rokok modern atau elektrik,” tambahnya.
Smoke Free World atau dunia tanpa asap, merupakan pengalihan penggunaan rokok konvensional ke rokok modern atau elektrik. Dikarenakan, rokok elektrik tidak akan mengeluarkan asap ketika dibiarkan, namun hanya mengeluarkan asap ketika dihisap dan dihembuskan. Namun, perlu diketahui bahwa, zat yang dipakai dan dikeluarkan pun masih sama berbahayanya dengan rokok konvensional.
Dikonferensi pers tersebut juga dijelaskan, TCSC sesungguhnya telah melakukan beberapa solusi untuk permasalahan rokok dan WTA ini, salah satunya dengan memberi pelatihan pada semua puskesmas di Surabaya untuk klinik berhenti merokok. Jadi, semua puskesmas terdapat satu ruangan khusus untuk klinik berhenti merokok.
Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah