“KICK WORLD TOBACCO ASIA”
Disusun Oleh:
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Tahun 2019
World Tobacco Asia (WTA) atau world Tobacco Process and Machinery (WTPM)
WTA merupakan sebuah pameran pertembakauan berskala internasional. Produk tembakau tidak semuanya menghasilkan sebuah dampak yang negative apabila terdapat kebijaksanaan dan inovasi dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut, namun pada agenda WTA/WTPM mayoritas yang dipamerkan adalah efisiensi pembuatan produk rokok, mulai dari mesin pembuat rokok berkecepatan tinggi, produk Heat-Not-Burn, filter, hingga inovasi produk tembakau seperti shisha oleh industri pertembakauan dari berbagai berbagai negara. WTA pertama kali diselenggarakan di Indonesia di tahun 2010. Pada saat Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai pertembakauan masih diperdebatkan, Indonesia dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan Konferensi World Tobacco Asia pada tahun 2012 di Jakarta. Terpilihnya Indonesia dikarenakan memiliki jumlah perokok terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia, Jepang. Konferensi WTPM 2012 telah ditolak di berbagai negara termasuk negara asal industri rokok besar dunia tetapi, justru diterima di Indonesia. Pada tahun 2012, aksi penolakan WTA banyak dilakukan hingga adanya korban yang terluka dan panitia penyelenggara, yaitu berjanji tidak akan mengadakan acara serupa di Indonesia. Tahun 2014, diselenggarakan kembali acara serupa dengan nama Inter-Tabac/ITA (inter Tobbacco Asia) di Bali. Komitmen pemerintah Kabupaten Badung, Bali sangatlah kuat untuk menjaga kesehatan masyarakatnya, begitupun dengan paradigma sehat pada masyarakatnya. Alhasil agenda ini berhasil dibatalkan oleh pemerintah kabupaten Badung, Bali.
Namun pada tahun 2016 dan 2017 terdapat agenda serupa dengan nama yang lain, yaitu World Tobacco Process and Machinery. Pada tahun 2019, 16-17 Oktober, WTA/WTPM akan kembali diselenggarakan yaitu di Surabaya, tepatnya di Grand City Convex Convention Hall, Level 3. Peristiwa hadirnya pameran pertembakauan yang notabene mendapatkan banyak protes dari lapisan masyarakat, namun kenyataanya selalu berulang, menandakan bahwa perjanjian dengan penyelenggara saja supaya tidak kembali lagi ke Indonesia tidak cukup, namun dibutuhkan komitmen pemerintah supaya tidak mengijinkan agenda-agenda serupa untuk hadir di Indonesia
Indonesia, asbak dunia
WTA/WTPM dalam situs resminya mencatat, Indonesia sebagai negara yang ramah rokok, serta pameran ini kembali dilaksanakan di Indonesia untuk yang ketujuh kalinya. Hal ini tentu dapat dinilai sebagai bentuk pelecehan, seakan-akan Indonesia adalah asbak dunia.
Apalagi dalam situs itu, WTA mencatat Indonesia sebagai negara paling berkembang di dunia untuk industri rokok. Indonesia berada di peringkat 5 pasar rokok dunia dengan
30 persen penduduk adalah perokok. WTA akan kembali ke Indonesia pada tahun 2019. Setelah Cina, Indonesia adalah pasar rokok terbesar kedua di Asia dan juga diuntungkan oleh tingginya konsumsi domestik.
Pada realitanya di Indonesia, 98% hasil produk tembakau adalah rokok. Indonesia menduduki ranking tiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia berdasarkan riset yang telah dilakukan Atlas Tobbaco. Jumlah perokok di Indonesia tahun 2016 mencapai 90 juta jiwa. Indonesia menempati urutan tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki di ASEAN yakni sebesar 67,4 persen. Ditambah lagi dengan jumlah perokok pemula juga semakin meningkat, dan semakin muda pula usia perokok di Indonesia.
SDM Unggul, Indonesia Maju
Bonus demografi tahun 2030-2040 menurut siaran Pers Bappenas 2017, jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif. Pada periode tersebut diprediksi usia produktif mencapai 64% dari total jumlah penduduk. Sesuai dengan tagline ‘SDM Unggul, Indonesia Maju’, ketersediaan SDM produktif melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitasnya. SDM unggul merupakan SDM yang sehat, maka generasi muda harus diperhatikan derajat kesehatannya sejak usia dini. Negara yang akan menghadapi bonus demografi pastinya mengharapkan keberhasilan dari fenomena yang jarang tersebut, namun nyatanya di Indonesia harapan ini bisa jadi menjadi sedikit kabur dengan melihat keadaan generasi muda saat ini karena keterpaparanya dengan rokok. Seperti yang diketahui bersama bahwa rokok mengandung zat adiktif dan beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan jantung dan paru-paru, serta dapat menyebabkan penyakit kanker dan emfisema. Kondisi keterpaparan generasi muda dengan rokok setidaknya akan mempengaruhi derajat kesehatan mereka di masa mendatang. Derajat kesehatan generasi muda yang tidak terjamin akan menghambat cita-cita Indonesia dalam memiliki SDM yang unggul.
Semakin tahun pengguna rokok pemula kian bertambah. Survey Indikator Kesehatan tahun 2016 menyatakan jumlah perokok pemula meningkat dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 8,8 persen pada tahun 2016. Data lain juga menyebutkan bahwa hampir 88,6 persen perokok yang ada saat ini, mulai menghisap rokok sejak usianya kurang dari 13 tahun. Prevelansi perokok menurut Riskesdas tahun 2013-2018, perokok usia 10-18 tahun meningkat. Pusat Data Informasi Kemenkes RI tahun 2007 dan tahun 2013 menyatakan perokok pada anak usia 5-9 tahun dinyatakan naik. Riskesdas 2007 dan 2010 menyatakan juga bahwa perokok pada anak usia 5-9 tahun mengalami peningkatan. Berbeda dengan periode sebelumnya, pada Riskesdas 2013 menyatakan perokok pada anak usia 5-9 tahun dinyatakan turun. Namun hal ini bukan merupakan kabar baik, karena kenaikan terus menerus tetap terjadi pada perokok usia 10-14 tahun pada periode 2007, 2010, 2013. Sedangkan untuk perokok usia 15-19 dari tahun 2007-2013 dinyatakan tetap, tidak ada penurunan maupun peningkatan. Ketua Tobacco Control Support Center, Dr Santi Martini, dr.M.Kes menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh harga rokok di Indonesia yang terlalu murah jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Australia.
Komitmen mengunggulkan SDM supaya Indonesia maju dapat dilihat melalui kuantisasi kualitas pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat naik apabila Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) naik. Kualitas kesehatan
masyarakat dapat dilihat dari pembangunan internal dalam scope keluarga yang dapat ditinjau dari Indeks Keluarga Sehat (IKS). Secara linier, Pendekatan keluarga sehat dengan mengembangkan Indikator Keluarga Sehat (IKS) akan menjamin peningkatan derajat kesehata masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kualitas bangsa. Dengan menggunakan data Riskesdas 2013, terbukti bahwa ada korelasi yang kuat antara Indeks Keluarga Sehat dan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat. (Trihono, 2019)
Indonesia memiliki Indeks Keluarga Sehat 0,18 (kategori tidak sehat) sedangkan kategori sehat apabila indeks mencapai 0,80. Dashboard IKS menyatakan bahwa IKS Jawa Timur adalah 0,18, sedangkan Kota Surabaya sebesar 0,39 (kategori pra sehat). Prestasi Kota Surabaya yang memiliki IKS di atas rata-rata nasional harusnya terus diupayakan supaya menjadi kategori sehat. Salah satu indikator pada Indeks Keluarga Sehat diantarnaya adalah anggota merokok dan anggota tidak merokok. Anggota tidak merokok di Jawa Timur tahun 2017 49% menjadi 56% mengalami peningkatan, artinya prestasi ini juga harus ditingkatkan lagi, sehingga kebijakan yang diambil oleh peerintah setempat seharusnya selalu berparadigma sehat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM.
WTA/WTPM Dapat Mencoreng Prestasi Surabaya Kota Layak Anak
Surabaya adalah sebuah kota yang pada tahun 2018 lalu menyandang penghargaan sebagai Kota Layak Anak yang secara langsung diberikan kepada Wali Kota Surabaya oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. WTA/WTPM yang memiliki domino effects terhadap kesehatan pada anak tentunya apabila kita pahami bersama, dapat mencoreng predikat tersebut. Hal ini dapat disimpulkan karena, kenaikan produksi rokok dari tahun ke tahun selaras dengan peningkatan jumlah perokok di bawah umur di Indonesia. Mekanisasi dalam pembuatan rokok semakin banyak beredar di masyarakat dan lebih bervariatif yakni terdapat rasa-rasa permen dan buah-buahan, dimana hal ini dapat menarik minat anak-anak, lebih lagi karena harganya relatif tetap murah walaupun ada kenaikan bea cukai maka tetap dapat dijangkau anak-anak. Fenomena perokok muda umur 9-12 tahun bisa saja mengalami perubahan kepada kelompok umur yang lebih muda lagi apabila upaya pemerintah bukan upaya-upaya preventif.
Dampak di segala bidang
Dampak dari adanya WTA atau WTPM sudah jelas di segala bidang. Di bidang ekonomi, mesin-mesin canggih penghasil rokok menyebabkan mekanisasi yang menggantikan tenaga manusia sebagai pelinting rokok, sehingga dapat terjadi PHK besar-besaran serta kurangnya penyerapan tenaga kerja.
WTA dibersamai oleh kenaikan batas maksimal produksi rokok kretek mesin. Ini terbukti dari Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146 /PMK 010/ 2017 Tentang Tarif Cukai Rokok, dimana dalam lampiran tersebut Kementerian Keuangan justru meningkatkan batasan jumlah produksi maksimal pabrik rokok, yang awalnya di tahun 2014 batasannya 2 miliyar batang per tahun, di tahun 2017 batasannya meningkat menjadi 3 miliyar batang per tahun.
Di bidang kesehatan tentu sudah kita dengar dan ketahui bahwa produk tembakau, khususnya rokok mengandung zat beracun yang dapat menyebabkan penyakit yang
berhubungan dengan jantung dan paru-paru seperti serangan jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, emfisema, dan kanker (terutama kanker paru-paru, kanker laring, dan kanker pankreas). WHO memperkirakan bahwa tembakau menyebabkan kematian bagi 5,4 juta jiwa pada tahun 2014. Seratus juta kematian akibat tembakau telah terjadi akibat tembakau sepanjang abad ke 20. Selain itu rata-rata jumlah kematian yang disebabkan oleh tembakau sendiri berjumlah 8 juta dari 56 juta individu yang meninggal tiap tahunnya. Hal yang cukup mengejutkan dari hasil penelitian WHO adalah 1 juta individu meninggal karena dia merupakan rokok pasif (secondhand smoker).
Tembakau, apabila diolah menjadi rokok, adalah salah satu hal yang paling mematikan dan mengancam kesehatan paru–paru untuk siapapun yang terpapar. Rokok juga penyebab kematian bayi dan janin di seluruh dunia karena orang tua perokok.
Kehadiran mesin-mesin juga akan membuat produksi makin meningkat dan akan memperlebar cakupan konsumsi, promosi serta paparan rokok, begitupun dengan variasi rokok baru akan meningkatkan jangkauan jumlah konsumen rokok, tak terkecuali anak-anak yang harusnya kita lindungi dari paparan asap rokok. Prevalensi merokok pada penduduk dari umur 10 hingga 18 tahun di Tahun 2007-2018, meningkat. Berdasarkan data dari Riskesdas Tahun 2013 sebanyak 7,2% kemudian pada tahun 2016 naik menjadi 8,8%. Tak cukup sampai tahun 2018 angka prevalensi menyentuh angka 9,1%.
Perijinan WTA/WTPM Merupakan Sebuah Kebijakan Yang Tidak Berparadigma Sehat
Penyelenggaraan WTA/WTPM tidak mendukung peraturan berparadigma sehat, di antaranya UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada poin hak untuk mendapatkan udara dan lingkungan yang sehat, PP No.109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif. Penyelenggaraan kegiatan ini tidak sesuai dengan cita-cita pemerintah untuk mengamankan bahan yang mengandung zat adiktif dan melindungi rakyat dari udara dan lingkungan yang sehat.
Kota Surabaya baru saja meresmikan pembaharuan Perda Kota Surabaya No. 5 tahun 2008, yakni PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2019 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK. Pada Perda tersebut, tepatnya Pasal 4 ayat 4, berbunyi:
- • Setiap orang yang berada dalam Kawasan Tanpa Rokok Dilarang melakukan kegiatan:
- • Memproduksi atau membuat produk tembakau;
- • Menjual produk tembakau;
- • Menyelenggarakan iklan produk tembakau; dan/atau
- • Mempromosikan produk tembakau.
World Tobacco Asia atau World Tobacco Process and Machinery, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, akan membawa mesin-mesin untuk membuat produk tembakau. Berdasarkan video – video yang beredar mengenai agenda-agenda di dalam acara tersebut, jelas-jelas memamerkan, mempromosikan, dan menyelenggarakan iklan produk tembakau, yakni rokok. Cuplikan kegiatan serupa yang diselenggarakan di India dapat diakses pada link berikut ini: https://youtu.be/0O5SqUPlchc
Selain itu, acara tersebut juga memperagakan bagaimana mesin-mesin yang dipamerkan akan menghasilkan batang rokok jauh lebih banyak, cepat, dan bervariatif
daripada mesin-mesin yang sudah ada ataupun lindungan tangan buruh pabrik rokok. Hal ini berarti akan menyalahi peraturan yang sudah ditetapkan, yaitu pada poin memproduksi atau membuat produk tembakau.
Penolakan
Sehubungan dengan hal-hal yang telah disampaikan di atas, tidak bisa dipungkiri bilamana pameran itu terselenggara dan mempromosikan diri sebagai pameran inovasi alat produksi rokok canggih tersebut yang termasuk perkembangan teknologi, maka dampak-dampak negatif yang telah dikaji oleh kami tidak dapat terelakkan. Oleh karena itu, kami “SANGAT MENOLAK” diadakannya WTA/WTPM/ acara sejenis. Dengan ini pula kami menyampaikan tuntuan kepada Pemerintah Kota Surabaya, pemerintah pusat, maupun penyelenggara WTA/WTPM :
1. Menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Surabaya untuk membatalkan penyelenggaraan WTA/WTPM
2. Menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Surabaya untuk berjanji tidak akan memberikan izin pada kegiatan yang berkaitan dengan pameran yang berkaitan dengan produk tembakau digelar di Surabaya dan Indonesia (termasuk mesin pengolah tembakau menjadi rokok, rokok elektronik)
3. Menuntut penyelenggara WTA/WTPM berjanji tidak akan pernah menggelar kembali kegiatan tersebut atau sejenisnya di Indonesia
4. Mengambil langkah-langkah kebijakan yang berparadigma sehat untuk meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa
Adapun rekomendasi kepada rekan-rekan mahasiswa terutama di bidang kesehatan untuk tetap menyampaikan aspirasi penolakan WTA dengan cara:
1. Tetap mengkampanyekan penolakan WTA/WTPM, baik secara langsung kepada masyarakat maupun sosial media.
2. Mengusahakan audiensi kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan, seperti Pemerintah Kota Surabaya, Dinas Kesehatan Kota surabaya maupun Provinsi Jawa Timur. Hal ini dilakukan juga untuk menegakkan peraturan yang telah disahkan.
3. Jika poin ke 2 tidak berhasil, maka penggalangan aspirasi bersama secara integrasi dari seluruh elemen bidang kesehatan maupun LSM yang kontra terhadap adanya WTA/WTPM, serta melibatkan pers untuk menyuarakan kerugian berkepanjangan yang akan terjadi baik di Surabaya maupun Indonesia.
SUMBER DATA KAJIAN
http://kemenperin.go.id/artikel/10670/Produksi-Rokok-Capai-Target
UU 36 Tahun 2009 Kesehatan tentang hak untuk mendapatkan udara dan lingkungan yang sehat
PP No.109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif
Perda Kota Surabaya No.05 Tahun 2008 Pasal 1 dan 2 mengenai KTR dan pasal 3 tentang larangan dalam Kawasan Tanpa Rokok.
Perda Kota Surabaya No.02 Tahun 2019 Pasal 4 (2) Tentang Mall (Tempat Umum) termasuk Kawasan Tanpa Rokok
Lampiran Permenkeu No.205/PMK 011/2014 Tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PM011/2012 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
Sihombing, Marice,dkk.2015.Gambaran Sosiodemografi Perokok Pasif Dengan Ispa Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)
TCSC-IAKMI. Fact Secret “Konsumsi Rokok dan Balita Kurang Gizi”.
Susenas. Maret 2016.
Mardiyah Chamim. 2011. A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan. TCSC-Indonesia. http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2013/02/A-Giant-Pack-of-Lies-INA.pdf