ASI eksklusif adalah metode pemberian hanya ASI untuk bayi hingga usia 6 bulan. ASI eksklusif bertujuan memberikan nutrisi lengkap untuk enam bulan pertama kehidupan bayi. Pemberian ASI ekslusif memiliki banyak manfaat untuk ibu dan bayinya. Untuk bayi, ASI eklusif dapat menurunkan angka kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit infeksi yang umum dan membantu masa pemulihan pasca sakit dan juga peningkatan imunitas pada anak. Sedangkan untuk ibu, pemberian ASI eklusif diketahui dapat melindungi ibu dari resiko kanker ovarium dan kanker payudara karena merupakan pemberian makanan kepada bayi yang aman dan juga menurunkan obesitas.
Meskipun dampak positif dari ASI eksklusif diketahui memiliki cakupan pemberian ASI eksklusif masih sangat rendah. Pada tingkat global, cakupan ASI eksklusif di dunia adalah 30-50%, sedang di Indonesia berada pada kisaran 35,7%. Di Indonesia, meskipun ada regulasi yang ditujukan untuk melindungi praktik ASI eksklusif, cakupan ASI eksklusif tetap rendah, terutama untuk ibu balita yang bekerja.
Cakupan ASI eksklusif di Indonesia yang rendah masih ditambah dengan tantangan dari praktik tradisional menyusui pada suku asli Indonesia. Beberapa suku asli mengenalkan makanan/minuman pada bayi, bahkan ketika bayi baru berumur beberapa hari. Jenis makanan/minuman yang terlaporkan diberikan pada bayi suku Gayo, Jawa, dan Muyu adalah madu, air gula, dan larutan sagu cair. Artikel ini mencoba memaparkan pengaruh karakteristik ibu balita pada pencapaian ASI eksklusif.
Artikel ini ditulis berdasarkan studi yang menganalisis data hasil survei Pemantauan Status Gizi tahun 2017. Setidaknya ada 53.528 balita yang dilibatkan dalam studi dengan keterwakilan secara nasional. Dengan memanfaatkan regresi logistik biner, dapat diinformasikan bahwa pendidikan ibu berpengaruh dalam pencapaian ASI eksklusif. Balita yang memiliki ibu lulusan SD kemungkinan 1,167 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu yang tidak sekolah. Sementara, balita yang memiliki ibu lulusan SMP kemungkinan 1,203 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah. Di sisi lain, balita yang memiliki ibu lulusan SMA kemungkinan 1,177 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah. Lebih lanjut, balita yang memiliki ibu lulusan perguruan tinggi kemungkinan 1,203 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah.
Selain pendidikan ibu, setidaknya ada empat faktor lain yang juga ditemukan dapat mempengaruhi pencapaian ASI eksklusif pada balita. Keempat faktor itu adalah umur ibu, status bekerja ibu, umur balita, dan area tempat tinggal.
Informasi pengaruh pendidikan pada pencapaian ASI eksklusif dalam studi ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain sebelumnya. Hasil survei pada postnatal mother di Nigeria dan China menemukan bahwa pendidikan yang lebih baik berkontribusi secara positif dan memainkan peran penting dalam proses menyusui dan tingkat keberhasilan ASI eksklusif. Sementara, studi lain yang di lakukan di Amerika, menambahkan factor self efficacy score sebagai variable antara korelasi pendidikan ibu terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Dimana ibu yang memiliki pendidikan tinggi, memiliki pengalaman dalam menyusui berkorelasi dengan self efficacy score yang memiliki hubungan positif dengan praktik ASI eksklusif.
Lebih lanjut, sebuah penelitian lain yang dilakukan pada multiregional di Eropa menemukan bahwa ibu balita yang memiliki umur lebih muda dan kurang berpendidikan lebih cenderung menghentikan pemberian ASI sebelum 6 bulan, artinya ASI eksklusif tidak tercapai. Hasil temuan ini menempatkan tingkat pendidikan, paritas, dan sosioekonomi ibu balita, sebagai indikator balita risiko tinggi untuk tidak mencapai ASI eksklusif.
Sebuah studi sebelumnya yang dilakukan di wilayah Indonesia bagian Timur menyimpulkan hal yang sama. Studi yang menganalisis data dari the Indonesian Family Life Survey East tahun ini dilakukan dengan sampel yang lebih kecil (1.138 balita) menginformasikan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh secara positif terhadap tingkat keberhasilan pencapaian ASI eksklusif. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang lebih baik yang dimiliki ibu memberi pemahaman yang lebih baik pada segala sesuatu yang dibutuhkan bayi.
Penulis: Ratna Dwi Wulandari
Artikel dapat ditemukan pada tautan berikut:
https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-020-10018-7
Meskipun dampak positif dari ASI eksklusif diketahui memiliki cakupan pemberian ASI eksklusif masih sangat rendah. Pada tingkat global, cakupan ASI eksklusif di dunia adalah 30-50%, sedang di Indonesia berada pada kisaran 35,7%. Di Indonesia, meskipun ada regulasi yang ditujukan untuk melindungi praktik ASI eksklusif, cakupan ASI eksklusif tetap rendah, terutama untuk ibu balita yang bekerja.
Cakupan ASI eksklusif di Indonesia yang rendah masih ditambah dengan tantangan dari praktik tradisional menyusui pada suku asli Indonesia. Beberapa suku asli mengenalkan makanan/minuman pada bayi, bahkan ketika bayi baru berumur beberapa hari. Jenis makanan/minuman yang terlaporkan diberikan pada bayi suku Gayo, Jawa, dan Muyu adalah madu, air gula, dan larutan sagu cair. Artikel ini mencoba memaparkan pengaruh karakteristik ibu balita pada pencapaian ASI eksklusif.
Artikel ini ditulis berdasarkan studi yang menganalisis data hasil survei Pemantauan Status Gizi tahun 2017. Setidaknya ada 53.528 balita yang dilibatkan dalam studi dengan keterwakilan secara nasional. Dengan memanfaatkan regresi logistik biner, dapat diinformasikan bahwa pendidikan ibu berpengaruh dalam pencapaian ASI eksklusif. Balita yang memiliki ibu lulusan SD kemungkinan 1,167 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu yang tidak sekolah. Sementara, balita yang memiliki ibu lulusan SMP kemungkinan 1,203 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah. Di sisi lain, balita yang memiliki ibu lulusan SMA kemungkinan 1,177 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah. Lebih lanjut, balita yang memiliki ibu lulusan perguruan tinggi kemungkinan 1,203 kali mencapai ASI eksklusif dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu tidak sekolah.
Selain pendidikan ibu, setidaknya ada empat faktor lain yang juga ditemukan dapat mempengaruhi pencapaian ASI eksklusif pada balita. Keempat faktor itu adalah umur ibu, status bekerja ibu, umur balita, dan area tempat tinggal.
Informasi pengaruh pendidikan pada pencapaian ASI eksklusif dalam studi ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain sebelumnya. Hasil survei pada postnatal mother di Nigeria dan China menemukan bahwa pendidikan yang lebih baik berkontribusi secara positif dan memainkan peran penting dalam proses menyusui dan tingkat keberhasilan ASI eksklusif. Sementara, studi lain yang di lakukan di Amerika, menambahkan factor self efficacy score sebagai variable antara korelasi pendidikan ibu terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Dimana ibu yang memiliki pendidikan tinggi, memiliki pengalaman dalam menyusui berkorelasi dengan self efficacy score yang memiliki hubungan positif dengan praktik ASI eksklusif.
Lebih lanjut, sebuah penelitian lain yang dilakukan pada multiregional di Eropa menemukan bahwa ibu balita yang memiliki umur lebih muda dan kurang berpendidikan lebih cenderung menghentikan pemberian ASI sebelum 6 bulan, artinya ASI eksklusif tidak tercapai. Hasil temuan ini menempatkan tingkat pendidikan, paritas, dan sosioekonomi ibu balita, sebagai indikator balita risiko tinggi untuk tidak mencapai ASI eksklusif.
Sebuah studi sebelumnya yang dilakukan di wilayah Indonesia bagian Timur menyimpulkan hal yang sama. Studi yang menganalisis data dari the Indonesian Family Life Survey East tahun ini dilakukan dengan sampel yang lebih kecil (1.138 balita) menginformasikan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh secara positif terhadap tingkat keberhasilan pencapaian ASI eksklusif. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang lebih baik yang dimiliki ibu memberi pemahaman yang lebih baik pada segala sesuatu yang dibutuhkan bayi.
Penulis: Ratna Dwi Wulandari
Artikel dapat ditemukan pada tautan berikut:
https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-020-10018-7
Diposting ulang dari: http://news.unair.ac.id/2021/02/25/pendidikan-ibu-mempengaruhi-pencapaian-asi-eksklusif-pada-balita/