Publik dihebohkan pelukan erat Jokowi dan Prabowo yang disatukan oleh seorang atlet pencak silat. Semua berita tenggelam, kalah populer. Bahkan aksi buka kaos jojo dan kemenangan kevin-marcus tidak terlalu menarik lagi diikuti, apalagi kasus vonis yang menimpa Meiliana, 21 Agustus 2018 kemarin. Tetapi bukan isu tersebut yang akan dibahas di tulisan ini. Saya akan sedikit mengulas tentang kaitan isu kasus Meiliana terhadap aspek kesehatan lingkungan, khususnya kebisingan. Apakah kerasnya volume ‘TOA’ masih aman untuk didengar? Apakah terpapar 5 kali sehari tidak menyebabkan gangguan kesehatan?
Dalam menjamin kelestarian lingkungan hidup, terbebas dari pencemaran, dan kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan, Kementrian Lingkungan Hidup mengatur tingkat kebisingan dalam hidup bermasyarakat. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup 48 tahun 1996 menegaskan tentang baku tingkat kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan, tidak memiliki kualitas bunyi, dan menimbulkan gangguan serta ketidaknyamanan.
Ada tiga unsur yang menyebabkan bunyi bergeser menjadi kebisingan, yakni place, time, dan manner. Place, bunyi akan menjadi kebisingan ketika didengar pada tempat yang tidak sesuai. Time, pada siang hari, mayoritas masyarakat beristirahat atau tidur siang. Ketika bunyi yang tidak diinginkan didengar di waktu tersebut, maka dapat dianggap kebisingan. Sedangkan manner adalah cara bunyi itu dikeluarkan atau ada-tidaknya kualitas musik di bunyi tersebut.
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, KEPMENLH 48 tahun 1996. Kementrian lingkungan hidup telah merinci batasan-batasan bunyi berdasarkan peruntukan kawasan/ lingkungan kegiatan. Salah satu contoh dalam kawasan perkantoran dan perdangan, tingkat kebisingan yang diperkenankan adalah 55 dbA. Sedangkan batasan berdasarkan lingkungan kegiatan baik rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah atau sejenisnya memiliki tingka kebisingan 55 dbA. Ukuran-ukuran tersebut dibuat untuk menjamin kenyamanan hidup bermasyarakat. Bunyi dengan volume tinggi diperkenankan, tetapi ada batasan yang harus diikuti agar tidak mengganggu kehidupan setiap orang.
Selain peraturan menteri lingkungan hidup, kementrian tenaga kerja juga mengatur batas kebisingan bagi pekerja. Tertuang dalam KEPMENAKER 51/1999 mengenai NAB kebisingan, tingkat aman seorang pekerja mendengar bunyi tertentu dikaitkan dengan waktu terpajannya sebagai berikut :
Kedua peraturan tersebut bertujuan menjaga kesejahteraan masyarakat maupun pekerja dari paparan kebisingan di lingkungannya.
Dilansir dari zenaudio.id bahwa percakapan normal antar manusia dapat mencapai 65 dB. Sedangkan pengeras suara berkisar 65-90 dB. Ada tiga bagian dalam pengeras suara, yaitu background system (65-80 dB), foreground system (80-90 dB), dan performance system (>90 dB). Masing-masing memiliki fungsi dan peran pada kondisi tertentu. Manusia relatif merasa terganggu jika mendengar bunyi pada tingkat 85-90 dB. Ketika manusia berjarak 2 kali lipat dari pengeras suara, tekanan suara tersebut akan berkurang 6 dB. Misalnya pada jarak 1 meter seseorang mendengar sound system dengan tekanan 87 dB, maka ketika ia menjauh 1 meter lagi, sehingga berjarak 2 meter, bunyi yang didengar menjadi 81 dB.
Kembali pada kasus meiliana, mungkin tingkat pengeras suara (baca: TOA) yang berkisar 85-90 dB tidak sesuai dengan batasan yang ditetapkan kementrian lingkungan hidup. Tetapi masih bisa dianggap aman oleh kementrian tenaga kerja. Mari lakukan sedikit perhitungan!
Waktu yang dibutuhkan 1 kali adzan : 5 menit
Waktu adzan dalam sehari : 5 x 5 menit = 25 menit sehari
Intensitas kebisingan pengeras suara : 85-90 dB
Waktu aman sesuai intensitas kebisingan : 8 hingga 2 jam sehari
Secara matematis, berdasarkan 2 peraturan di atas, intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh pengeras suara masih dalam batas aman untuk didengar. Tetapi, dalam ketenagakerjaan, seorang pekerja diwajibkan memakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear plugs, ear muff, dan sejenisnya. Sedangkan, dalam hidup bermasyarakat tidak mungkin menggunakan alat tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ataupun suara yang ternyata keluar dari TOA sudah sesuai dengan standar KEPMENLH (55 dB) pada kondisi riil kurang nyaman untuk didengar yang mungkin disebabkan kondisi TOA yang sudah rusak sehingga mengganggu kejernihan suara. Hal ini juga dapat menjadi kebisingan bagi pemukinan terdekat.
Penulis:
Dianatul Fitri
Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat
Angkatan 2016
_____________________________________________________________________________