FKM NEWS – Tanggal 25 Januari menjadi peringatan hari Gizi Nasional, sekaligus peringatan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga kesehatan dengan memperhatikan segala asupan gizinya. Tahun ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil tema “Remaja Sehat, Bebas Anemia”.
Tantangan anemia pada remaja putri mengalami peningkatan berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 37,1%, menjadi 48,9% pada Riskesdas 2018. Artinya 4-5 dari 10 remaja putri Indonesia menderita anemia. Hal itu bisa dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik.
Di tengah pandemi, kondisi tersebut bisa meningkat secara signifikan. Stefania Widya Setyaningtyas, S.Gz, M.PH., Dosen Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan, bahwa meski belum ada penelitian spesifik terkait prevalensi anemia sebelum dan sesudah pandemi, dimungkinkan saat pandemi terdapat peningkatan kasus kekurangan zat gizi termasuk anemia di dalamnya.
“Hal itu dimungkinkan, pertama karena sekolah ditutup. Otomatis penyaluran TTD (Tablet Tambah Darah, red) lewat sekolah juga akan terhambat,” ungkapnya saat diwawancarai oleh tim FKM News lewat pesan whatsApp pada Senin (25/01/20).
“Kedua, efek pandemi juga berdampak pada ekonomi masyarakat yang mungkin memiliki anak remaja putri. Sehingga mungkin saja kesediaan makanan sumber zat besi bisa saja berkurang,” tambahnya.
Langkah efektif dalam mensiasati terhambatnya distribusi TTD saat pandemi bisa dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga, serta lembaga di atasnya seperti rumpun tetangga atau rumpun warga. Hal itu dapat memudahkan puskesmas dalam menyalurkan bantuan kepada lembaga-lembaga tersebut. Sehingga suplementasi TTD tidak terputus dengan penutupan sekolah selama pandemi.
Anemia merupakan salah satu bentuk defisiensi gizi yang dapat diatasi tidak hanya dengan suplemen, tetapi juga dengan konsumsi makanan. Kendati demikian, selain suplementasi, upaya mencegah anemia dapat dilakukan melalui promosi kesehatan terkait konsumsi gizi seimbang dan makanan tinggi zat besi yang mudah didapatkan oleh masyarakat (ati, telur, ikan dan lainnya).
“Mungkin akses terhadap TTD menjadi berkurang, tetapi bukan berarti pencegahan anemia tidak bisa berjalan,” tegasnya.
Upaya lain yang bisa dilakukan yakni mengkonsumsi makanan yang membantu penyerapan zat besi seperti vitamin C. Serta menghindari makanan yang menjadi inhibitor zat besi seperti teh dan susu yang diminum secara bersamaan dengan makanan sumber zat besi.
Tidak lupa, seluruh pihak pasti akan terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pencegahan anemia. Seperti lingkungan keluarga yang selalu menyediakan makanan bergizi, karena remaja belum memiliki independensi untuk menyediakan makanan sendiri.
Lalu pemerintah, misalnya lewat dinas kesehatan untuk mendistribusikan TTD melalui posyandu remaja. Kemudian, sekolah, guru, dan teman sebaya dapat membantu menyebarkan informasi serta edukasi terkait pemaksimalan kepatuhan remaja putri dalam konsumsi TTD.
Penulis : Ulfah Mu’amarotul Hikmah