Stunting merupakan masalah utama di Indonesia, Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6% (Khairani, 2020). Literatur yang ada dicari dan diteliti menggunakan kerangka konseptual Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk stunting. Bukti menunjukkan bahwa berat badan ibu yang rendah, kurangnya pendidikan ibu, kerawanan pangan yang parah, kurangnya akses ke nutrisi yang sesuai, menyusui noneksklusif, diare spesifik patogen, dan berat badan dan tinggi badan rendah saat lahir dikaitkan dengan pengerdilan anak usia dini di Indonesia Terutama di Kangean pada Kecamata Arjasa (Mulyaningsih et al., 2021).
Mengidentifikasi kekurangan gizi dan pendidikan ibu, kerawanan pangan yang parah, rumah tangga kaya miskin, berat badan lahir rendah, faktor biologis usia, dan faktor gender sebagai penentu umum stunting pada anak usia 0-23 bulan. Beberapa faktor, infeksi ibu dan hipertensi, jarak kelahiran pendek dan bayi prematur, stimulasi dan aktivitas anak yang tidak memadai, praktik perawatan yang buruk, alokasi makanan yang tidak tepat dalam rumah tangga, dan Hubungan kualitas air minum dengan stunting (Pusdatin & Kemenkes RI, 2014).
Literatur tentang hubungan antara stunting dan determinan seperti ekonomi politik, sistem pendidikan, dan sistem pertanian dan pangan tidak ditemukan. Sintesis ini menunjukkan bahwa faktor stunting bersifat multifaset. Dengan demikian, pendekatan multi-sektoral sangat penting di Bangladesh, menggunakan intervensi berbasis bukti untuk mengatasi faktor-faktor penentu yang berkontribusi terhadap risiko pengerdilan untuk mencapai target gizi global pada tahun 2025 (Teja, 2019).
Referensi