Kenali Lebih Dini! Faktor-Faktor yang Meningkatkan Risiko Stunting pada Balita Usia 6-24 Bulan!

Mahasiswa S2 prodi kesehatan Masyarakat melakukan analisis pola komunikasi keluarga.  Kegiatan tersebut dilaksanakan di Pendopo Kelurahan Putat Jaya dengan dihadiri oleh 35 ibu  yang mempunyai anak usia balita. Kegiatan dilakukan selama 2 hari pada 9-10 Mei 2023  dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara pola komunikasi keluarga  terhadap kejadian stunting pada balita usia 6-24 bulan. Selain itu, analisa juga dilakukan untuk  mengetahui faktor lain yang mempengaruhi stunting, seperti karakteristik keluarga, dukungan  keluarga dan pengetahuan keluarga. Harapan dengan dilaksanakan kegiatan ini adalah dapat  memberikan pengetahuan terkait pencegahan risiko kejadian stunting serta memberikan saran  kebijakan kepada stakeholder kesehatan ibu dan anak dalam upaya menurunkan angka kejadian  stunting

Kegiatan ini diawali dengan penyusunan proposal dan melakukan perizinan kepada pimpinan  di wilayah kerja Puskesmas Putat Jaya. Setelah mendapatkan perizinan, selanjutnya melakukan  koordinasi dengan beberapa Kader Surabaya Hebat (KSH) di Kelurahan Putat Jaya untuk  mengumpulkan 35 ibu yang mempunyai anak balita. 

Pelaksanaan kegiatan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB dimulai dengan persiapan pendopo. Selanjutnya, kegiatan dibuka oleh mahasiswa S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, dr. Ayu Ekanita Hendrayani dengan memberikan penjelasan terkait stunting dan faktor risiko nya, serta tata cara pengisian kuesioner untuk pengambilan data. Ibu-ibu yang hadir tampak antusias dan mengikuti pelaksanaan kegiatan hingga selesai. Kuesioner yang telah terisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data.

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan kesimpulan bahwa pola komunikasi keluarga, dukungan keluarga, karakteristik keluarga dan pengetahuan keluarga merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada balita usia 6-24 bulan.

Dengan adanya kesimpulan tersebut, diharapkan keluarga dapat menerapkan pola komunikasi  yang baik yakni komunikasi terbuka, komunikasi yang memotivasi dan menghargai antar  anggota keluarga, serta komunikasi dua arah yang baik dalam menjalankan pola asuh dan pola  gizi balita. Selain itu, pihak puskesmas setempat dapat meningkatkan kapasitas Tenaga  Kesehatan dan Kader Surabaya Hebat (KSH) untuk terus mendampingi keluarga agar dapat  menerapkan pola komunikasi fungsional. Sosialisasi ke rumah-rumah terutama pada orang tua  yang kurang pengetahuan juga perlu dilakukan agar lebih memperhatikan kualitas dan  kuantitas makanan yang diberikan pada anak sehingga membantu program pemerintah yakni  menurunkan angka kejadian stunting.

Penulis : Ayu Ekanita Hendrayani

Leave a Reply